Friday, May 18, 2012

Religiusitas, Loyalitas, dan Nasionalisme

Beberapa tahun terakhir, tensi di antara umat beragama di Indonesia semakin meningkat. Saya pernah mendengar di salah satu mata kuliah yang saya ambil beberapa tahun yang lalu bahwa semakin meningkatnya interaksi lintas batas negara turut berkontribusi terhadap semakin menguatnya ikatan in-group, seperti misalnya kelompok kepentingan dan kelompok agama. Terkadang, menguatnya ikatan ini berakibat pada bergesernya loyalitas orang dari negara kepada agama. Paling tidak, loyalitas anggota masyarakat yang sebelumnya sebagian besar diarahkan kepada negara sebagian teralihkan kepada kelompoknya masing-masing. Meskipun bisa diperdebatkan, tapi mungkin bergesernya loyalitas ini juga berimbas pada semakin meluasnya radikalisme di berbagai aspek kehidupan masyarakat. Meskipun fenomena ini tidak hanya terjadi dalam kelompok-kelompok agama, namun kali ini saya akan memfokuskan tulisan saya kepada kelompok tersebut.

Tidak ada hal yang salah ketika seseorang memutuskan untuk lebih mendalami dan menghayati agamanya. Tidak ada yang salah juga ketika orang yang beragama memutuskan berkumpul dengan orang-orang yang beragama sama. Sebaliknya, hal itu sangat normal. Manusia memang punya kecenderungan nge-geng dengan orang-orang yang mempunyai kesamaan dengan dirinya. Tidak percaya? Coba anda lihat anak-anak SMA. Saya juga sangat mengerti bagaimana orang yang berdedikasi tinggi dan percaya penuh kepada agamanya bisa mempunyai keinginan untuk membela dan menjaga nama baik agamanya. Wajar. Tidak salah. Bahkan perlu.

Lalu apa masalahnya? Masalahnya bermula ketika dalam mendalami agamanya, orang menjadi semakin terfokus pada perbedaan antara ajaran-ajaran dan dogma-dogma yang berlaku dalam agamanya dengan ajaran-ajaran dan dogma-dogma agama lain. Apalagi apabila perbedaan-perbedaan tersebut menjadi lebih penting baginya daripada nilai-nilai lain yang diajarkan agamanya yang (menurut saya) pastinya lebih indah. Beberapa tahun terahir, kita melihat banyak kasus dimana fokus pada perbedaan tersebut didukung oleh kesamaan pendapat dalam kelompok sampai berkembang menjadi obsesi, bahkan kemarahan yang dianggap perlu dimanifestasikan dalam kekerasan fisik. Nah, kalau sudah sampai di tingkat ini jelas menjadi masalah.

Sehubungan dengan loyalitas yang tadi disebutkan itu, masalah muncul ketika loyalitas terhadap kelompok membuat orang melupakan loyalitas pada bangsa dan negara. Negara punya peraturan yang penting ditegakkan untuk kesejahteraan seluruh masyarakat, bukan cuma sebagian. Mengingat negara, terutama Indonesia, tidak hanya dihuni oleh satu kelompok tapi oleh beragam kelompok yang mempunyai pemikiran dan kepentingannya masing-masing, misalnya keinginan dan kepentingan untuk beribadah sesuai dengan apa yang diyakininya. Tanpa mengganggu kelompok lain. Jaminan kebebasan dan hak yang disediakan oleh negara penting untuk diingat, dihormati, dan ditegakkan oleh semua pihak yang tinggal di lingkup negaa ini agar tidak ada pihak yang dirugikan, dan agar Indonesia tidak jatuh pada situasi chaos, bahkan ketika loyalitas orang terhadap agama mendorong sekelompok warga negara untuk bersikap lain.

Ini pendapat saya pribadi, tapi menurut saya tidak dihormatinya peraturan hukum yang berlaku ada hubungannya dengan semakin tipisnya nasionalisme warga negara akhir-akhir ini. Bukan berarti saya mendukung upacara seminggu sekali dan penyebaran doktrin P4 di kalangan anak SD, tapi saya yang apatis dan apolitis ini termasuk dalam kelompok orang yang berpendapat bahwa nasionalisme dan rasa cinta pada negara adalah hal yang penting untuk ditumbuhkembangkan. Karena orang yang mencintai negaranya tidak akan melakukan hal-hal yang dapat merugikan negara tersebut. Menurut saya sih.

No comments:

Post a Comment