Wednesday, September 25, 2013

Comfort Zone

Kata orang, life begins at the end of your comfort zone. Apakah benar demikian? Mungkin iya, beberapa teman yang (sepertinya) berani mendorong batas zona nyaman mereka sampai ke tahap yang cukup ekstrim tampak mempunyai alur hidup yang lebih berwarna dibandingkan teman-teman yang menerima saja hal yang disodorkan kehidupan pada mereka, bahkan ketika mereka layak dan dapat menerima hal yang lebih dari yang mereka dapat sekarang. Tapi, saya tidak bisa memvonis kalau kelompok yang pertama lebih 'hidup' daripada kelompok yang kedua, ataupun kalau kelompok pertama bisa dikatakan lebih bahagia dari kelompok kedua.

Saya pribadi merasa nyaman berada di zona nyaman saya (ya pasti nyaman lah, namanya juga zona nyaman). Saya bukan orang yang mempunyai hasrat meluap-luap untuk mendobrak batas kenyamanan saya. Paling-paling saya suka menari-nari di batas kenyamanan saya sambil sesekali menyimpang dari batas tersebut. Yang terjadi setelahnya adalah satu dari dua hal: saya ikut menarik batas kenyamanan saya sesuai gerak tari saya, atau saya kembali ke dalam batas kenyamanan yang sebelumnya sudah ada. Untuk saya tidak ada salahnya berusaha menyamankan diri di tempat yang tidak sepenuhnya nyaman, tapi bertahan di tempat yang sama sekali tidak nyaman (tanpa kemungkinan kita bisa mengusahakan kenyamanan) adalah bodoh dan sia-sia. Meskipun merasa bahwa saya harus secara konstan menantang diri saya, tapi di mata saya tidak ada yang salah dengan merasa nyaman. Comfort is good, that's why we sleep on mattresses instead of stone slabs.

This looks comfortable. I don't see what's wrong with this.*
Lalu kenapa banyak orang membenci zona nyaman? Karena zona nyaman bisa berbahaya ketika dia membutakan kita. Zona nyaman menjadi membutakan ketika pikiran kita tertutup, dan menolak berkompromi. Kita terkekang zona nyaman ketika semua hal di luar zona nyaman kita terlihat berbahaya. Hal ini muncul ketika menolak mempercayai bahwa ada hal baik di luar zona nyaman yang kita ciptakan. Akibatnya, orang yang dibutakan zona nyaman akan menjadi ketakutan. Jangankan mencoba, mendengar ada hal diluar zona nyaman saja sudah membuat merinding. Pada tingkat yang ekstrim, orang-orang yang dibutakan zona nyaman bisa menjadi ofensif terhadap orang-orang dan hal-hal di luar zona nyaman mereka. Misalnya saja orang-orang 'beragama' yang menyerang orang-orang atheis hanya karena mereka membuat orang-orang 'beragama' merasa tidak nyaman.

Bahaya lain adalah ketika zona nyaman mengekang kita. Indikasi kuat bahwa ketika kita terkekang zona nyaman adalah ketika zona tersebut tidak lagi nyaman. Biasanya kita terkekang zona nyaman ketika kita settle for less. Setiap orang punya potensi, dan ketika potensi tersebut tidak lagi terakomodasi oleh zona nyaman, orang bisa saja memperluas zona nyamannya. After all, comfort zone is not a rigid cage. Zona nyaman sesungguhnya adalah sesuatu yang organik. Dia bisa berkembang dan berubah seperti manusia juga berkembang dan berubah. Memaksakan manusia menetap dalam pseudo comfort zone yang menolak berubah sama saja tidak memampukan manusia mencapai kapasitas terbaiknya. Kenyataan bahwa manusia yang terkekang dalam zona nyaman menyadari bahwa dia bisa mencapai hal yang lebih dari pseudo comfort zone yang didiaminya itulah yang membuat zona nyaman tersebut tidak lagi nyaman.

Sayangnya, banyak orang memilih bertahan dalam zona nyaman yang tidak nyaman karena the familiar, no matter how uncomfortable, is much better than the unknown. Mungkin karena asumsi umum semacam inilah orang-orang jadi mengatakan bahwa life begins at the end of your comfort zone ya? Bagaimana mungkin kita bisa mengetahui bahwa the unknown itu tidak lebih baik dari the familiar sementara kita tidak pernah mencobanya? Saya jadi berpikir, jangan-jangan sebenarnya ini bukan masalah kenyamanan, tapi lebih kepada keterbukaan, kesediaan mencoba hal-hal baru, dan menghindari stereotipe yag kita ciptakan sendiri.

Nah, kalau pola pikirnya seperti itu saya sangat setuju. Yang harus dikriminalisasi sebenarnya bukan zona nyamannya sendiri, tapi pemikiran sempit yang membuat kita berpikir bahwa zona nyaman kita juga sempit. Kenyataannya, dunia itu luas. Ada banyak ruang bagi kita untuk menemukan dan menciptakan kenyamanan. Jadi, mari kita sama-sama mengeksplorasi dan menentukan sendiri apa yang nyaman untuk kita.

---------------------------------------------------------
*Picture by Mac, taken from this site.