Friday, May 22, 2015

One Less Problem Without You


"You're saying that you know but I really really doubt you..."

Saya masih belum memutuskan apakah saya suka atau tidak dengan Ariana Grande. Di satu sisi, saya merasa terganggu dengan bagaimana dia menyalahgunakan falsetto di kebanyakan lagunya, tapi di sisi lain, saya menganggap lagu-lagunya adiktif dan menantang untuk dinyanyikan di karaoke. Meskipun, yah, saya selalu gagal dengan sukses ketika berusaha menyanyikan lagu-lagunya.

Tapi tenang. Tulisan ini bukan mengenai Ariana Grande, lagu, apalagi karaoke. Saya mau bicara soal masalah. Sepertinya semua orang punya masalah. Kalaupun ada orang yang tidak punya masalah sama sekali, saya belum pernah menemukannya. Meskipun yang merasa tingkah lakunya tidak bermasalah (padahal iya) ada banyak.

Mine And Mine Only
Masalahnya masalah adalah, mereka sangat personal. Masalah bukanlah sesuatu yang bisa dinilai dengan menggunakan nalar publik. Seberapa besar suatu masalah akan sangat tergantung pada pengalaman, pengetahuan, perasaan, dan keadaan seorang individu yang mempunyai masalah. Suatu hal bisa jadi masalah bagi seseorang, tapi merupakan hal remeh buat orang lain; dan itu wajar saja. 

Credit: Shannon Sophia
I found this picture in this article in BuzzFeed.
Let's take freedom of speech for example. Buat sekelompok orang, kebebasan berpendapat adalah hal yang prinsipil dan tidak bisa dikompromikan; untuk kelompok yang lain mungkin kebebasan berpendapat bisa jadi hal yang kontekstual, ada kalanya kebebasan ini harus dikekang; sementara sekelompok yang lain mungkin tidak merasa ada kebutuhan untuk berpendapat bebas, selama hidupnya nyaman.

Karena sangat personal itulah, yang seringkali terjadi adalah orang-orang dengan satu pandangan tertentu akan cenderung mencibir orang yang posisinya berbeda. Nggak apa juga sih. Toh kita diberi kemampuan menilai (entah oleh siapa) supaya kita bisa menentukan ke arah mana hidup kita mau dibawa (more on being judgemental can be found in this article). Saya pikir normal apabila kita berpikir "Oh, gitu doang?" ketika kita mendengar soal masalah orang lain (yang kemudian diikuti dengan perasaan superior karena kita sudah melalui hal yang lebih berat. Hahaha...). Hanya saja kita perlu ingat kalau no matter what you think, the problem is really real to them, and you have no rights to say otherwise

Karena itu, saya pikir kita tidak mungkin bisa membandingkan masalah siapa yang lebih parah, karena setiap orang menghadapi masalahnya dengan cara yang berbeda. Sia-sia saja apabila kita berusaha menilai dua hal yang berbeda dengan set indikator yang sama. Beberapa hari lalu ada seseorang yang berkata kepada saya: "Terus kalau dia ada masalah, gue harus memaklumi, gitu?" Enggak lah! Nobody can tell you what to think. Semua orang berhak punya pendapat. Hanya saja di sisi lain, kita tidak bisa menyangkal bahwa setiap orang punya masalah dan mereka butuh waktu dan ruang untuk meresapi (sebelum akhirnya menyelesaikan) masalah mereka sendiri.

Sharing is Caring
Konon katanya, kita tidak boleh menceritakan masalah kita ke orang lain karena 20% orang tidak peduli dan 80% orang lainnya senang mendengar kita punya masalah. Saya tidak setuju. Menceritakan masalah kita ke orang lain yang kita percaya merupakan salah satu mekanisme penting untuk menjaga kewarasan kita. Saya bukan orang yang mudah percaya dengan orang lain, saya secara ketat menyeleksi orang yang saya anggap kompatibel untuk menjadi teman-teman saya dan saya hanya menceritakan hal-hal tertentu kepada orang-orang ini. Dari mereka saya berharap mendapat penilaian jujur, tapi orang-orang yang ada di lingkar dalam saya sekarang tidak akan pernah mengatakan bahwa masalah saya itu remeh. Karena, sekali lagi, mereka menyadari kalau masalah itu nyata untuk saya, and that's all that matters to them *peluk satu-satu*.

Nicholson. Need I say more?
Credit: 9GAG
Omong-omong, satu hal yang saya sadari setelah saya terjun ke dunia kerja adalah ketika manusia punya masalah dengan seseorang, kita punya kecenderungan untuk tidak mengonfrontasi orang tersebut secara langsung, tapi lebih memilih mengeluh ke orang lain yang tidak ada hubungannya. Saya sendiri merasa saya orang yang cukup frontal menyuarakan pikiran , meskipun saya sadar tidak semua orang bisa menerima pendekatan saya. Makanya saya nggak punya teman kali ya? But bitterness aside, terutama dalam lingkungan profesional, saya pikir akan lebih sehat kalau kita langsung bilang ke orang yang bersangkutan deh, kalau kita punya masalah. Ya nggak sih gaes? *macak bijaksana*

No comments:

Post a Comment