Sunday, October 30, 2016

In Defense of Diana of Themyscira


Let us pretend that Diana of Themyscira is real for a moment. 

***

Beberapa waktu lalu PBB menobatkan Wonder Woman sebagai Honorary Ambassador for the Empowerment of Women and Girls--Duta Kehormatan untuk Pemberdayaan Perempuan dan Anak Perempuan. Tentunya keputusan ini menyulut protes dari banyak pihak, bahkan dari dalam PBB sendiri.


Dalam petisi online berikut ini, pihak yang mengaku sebagai "Concerned United Nations staff members" menyatakan bahwa meskipun karakter ini awalnya dimaksudkan untuk merepresentasikan perempuan yang berdaya, saat ini karakter tersebut digambarkan sebagai "perempuan kulit putih berdada besar dengan proporsi [tubuh] yang tidak masuk akal, menggunakan pakaian ketat minim berkilauan, bermotif bendera Amerika, yang menunjukkan pahanya; dan knee-high boots.

***

Lagipula kalau lagi nggak berantem,
mbaknya pakai baju biasa aja kok.

Ketika kuliah dulu, saya mengikuti mata kuliah Negosiasi dan Resolusi Konflik yang mengajarkan saya untuk "serang masalahnya, bukan orangnya" (easier said than done, sampai sekarang saya juga masih menyerang orang kalau saya kesal dengan yang dilakukannya; but that's not the issue).


Sayangnya, petisi ini dibuka dengan menyerang persona Diana, seorang diplomat dan prajurit muda yang mumpuni, dalam misi perdamaian di Amerika Serikat, sekalian juga misi menyelamatkan dunia dari Olimpian gila.

Bukan salah Diana dia adalah "perempuan kulit putih berdada besar". That's just her DNA. Pakaian minim yang dikenakan Diana adalah baju zirah kehormatan yang diberikan kepada Diana ketika dia mendapatkan gelar Jawara Amazon dalam kontes yang diadakan di Themyscira (cheesy, I know). Meskipun mungkin tidak masuk akal bagi orang lain, baju zirah tersebut adalah bagian dari kebudayaannya. Kebudayaan yang, seberapapun aneh, sebenarnya tetap harus dihormati.

***


Kekhawatiran banyak orang mengenai penunjukan Diana sebagai duta PBB sangat bisa dimengerti. Di masa sekarang, saat perempuan dianggap hanya sebagai objek seksual, orang harus berhati-hati dalam memilih tokoh yang bisa dijadikan panutan.


Meskipun begitu, menurut saya cara para staff PBB yang "khawatir" ini menggambarkan Diana sebenarnya juga merupakan cerminan dari masyarakat seksis. Masyarakat yang menempatkan perempuan sebagai penggoda, perwujudan dari segala yang buruk, dan penyebab dari segala tindak kejahatan.

Bahkan ketika memprotes kebodohan yang dilakukan oleh PBB ini; masyarakat tetap memilih menyediakan porsi untuk menyalahkan perempuan, daripada fokus pada masalah sesungguhnya. Sebagai institusi supra nasional, PBB seharusnya memberi gelar kehormatan ini kepada perempuan nyata sehingga para perempuan dan anak perempuan yang belum berdaya dapat melihat pengalaman hidup dan rasionalitas di balik pilihan yang dibuatnya, dan menjadikannya contoh untuk mengangkat diri mereka keluar dari ketidakberdayaan.

***

Picture Credit: Clipart Kid.
Saya pikir diakui ataupun tidak, hal ini menunjukkan tiga hal: (1) PBB adalah lembaga yang masih maskulin, (2) semuanya bergerak atas pesan sponsor, dan (3) perempuanlah yang akan menjadi korban. Untuk saya, hal yang ketiga adalah hal yang paling krusial dalam isu ini.

Entah itu majalah mode yang menyatakan perempuan gendut itu jelek atau Meghan Trainor yang menyatakan perempuan kurus itu palsu; bahkan ketika kita merasa menyuarakan kepentingan dan pemberdayaan perempuan, kita masih juga mengorbankan perempuan. Satu hal yang pasti, masyarakat kita perlu berubah menjadi lebih baik--kinder--terutama pada hal-hal di luar zona nyaman kita.

No comments:

Post a Comment