Friday, May 3, 2013

Kekerasan dan Ketidakberdayaan

Malam ini saya kesal. Di sekolah, saya belajar soal studi perdamaian; dan pengalaman saya membuat saya kesal setiap kali melihat kekerasan. Tapi kekerasan yang dilakukan orang dewasa terhadap anak di bawah umur merupakan salah satu hal yang membuat saya paling kesal.

Blue ribbon for
preventing child abuse
Manusia ibarat kertas kosong yang terisi seiring waktu, dan anak-anak ibarat kertas yang masih banyak ruang kosongnya. Pengetahuan dan pengalaman hidup mereka masih sangat terbatas, banyak hal yang belum mereka ketahui. Sebelum mereka mampu membuat pengalaman dan menyusun pemahaman mereka sendiri, orang dewasa harus mengajarkan sebagian dari hal-hal yang mereka perlu ketahui. Diantara hal-hal yang perlu mereka ketahui, salah satu yang paling penting mungkin adalah mengenai hak asasi.

Tanpa menerima pengajaran tentang hak asasi, seorang anak tidak akan mengerti bahwa mereka punya hak atas perlindungan. Pengajaran disini bukan hanya berarti memberitahu anak bahwa mereka punya hak, tapi juga menunjukkan pada mereka bahwa orang lain harus memperlakukan mereka dengan cinta kasih dan penghargaan yang layak mereka terima. Orang dewasa mempunyai kewajiban untuk membentuk anak-anak menjadi pribadi yang mempunyai kepercayaan diri untuk memastikan orang lain menghargai hak mereka di kemudian hari.

Jadi kenapa saya kesal? Malam ini saya pulang dari Salemba naik bis trans Jakarta. Beberapa menit setelah saya naik, ada anak kecil berusia sekitar empat tahun memanggil-manggil ibunya. Saya bingung, karena sepertinya tidak ada orang yang menunjukkan reaksi yang biasa ditunjukkan seorang ibu yang dipanggil oleh anaknya. Kalaupun ada reaksi dari orang-orang, paling reaksi kebingungan seperti saya. Tak beberapa lama, anak itu mulai menangis sambil menggapai-gapai ke seorang ibu yang berdiri bergeming membelakangi si anak. Saya merasa ini aneh. Karena wajah si ibu tidak seperti tidak mendengar, tapi lebih seperti mengabaikan panggilan si anak.

Beberapa waktu kemudian si anak mulai menangis. Selama beberapa menit, si ibu tetap membelakangi si anak tanpa bereaksi. Ketika akhirnya dia berbalik menghadapi si anak, tiba-tiba dia mencubiti dada dan tangan si anak berkali-kali dengan keras. Seorang perempuan muda yang berdiri di dekat mereka berusaha menghentikan kejadian ini dengan memegang tangan si ibu dan berkata: "Sabar ibu, sabar."

Ibu itu berhenti selama beberapa detik. Karena habis dicubit dengan keras berkali-kali wajarlah kalau tangis si anak semakin menjadi-jadi. Kemudian, si ibu kembali mencubiti si anak dengan keras bahkan dia juga memukuli kepala anak ini beberapa kali dengan sekuat tenaga. Orang-orang di sekitar mereka mulai bereaksi dan menjauhkan tangan si ibu dari si anak. Beberapa mengingatkan si ibu bahwa melakukan kekerasan tidak bisa diterima, bahkan kepada anak sendiri. "Itu KDRT juga loh, bu!" kata salah satu ibu yang ada di dalam bis.

Mungkin karena merasa malu dengan reaksi sesama penumpang, ibu ini berhenti memukuli anaknya dan kembali membelakangi si anak. Si anak menangis, dan justru orang-orang di sekitarnya yang berusaha menghibur si anak. Tapi, si anak ini justru tampak defensif menerima perlakuan ramah dari orang-orang di sekitarnya. Mungkin karena keramahan bukanlah sesuatu yang biasa dia terima. Entahlah, saya tidak berani berspekulasi. Si anak diabaikan oleh ibunya sepanjang jalan. Bahkan ketika turun dari bispun, si ibu tidak mengajak anak ini untuk turun, anak ini mengikuti si ibu ke pintu.


Hell yeah!

 Sekarang anda mengerti kan mengapa saya kesal? Saya sangat paham bahwa mengendalikan emosi adalah hal yang sulit, tapi menderita karena sesuatu yang tidak kita pahami jauh lebih sulit lagi. Anak-anak belum bisa melindungi diri mereka sendiri, mereka bahkan belum tahu kalau mereka boleh melindungi diri mereka sendiri. Karena itulah orang dewasa di sekitar mereka bertanggung jawab untuk memberi mereka perlindungan dan membekali mereka dengan pengetahuan untuk melindungi diri mereka sendiri di masa depan. Ketika orang tua gagal melakukannya, kemana anak harus mencari perlindungan?

Hal lain yang membuat saya kesal adalah karena saya tahu itu bukan kali terakhir si anak akan menerima perlakuan seperti itu. Saya kesal, karena menurut pengamatan saya, di dunia ini kedaulatan keluarga masih dipandang lebih tinggi dari segalanya. Hal ini mengakibatkan masyarakat, dan bahkan aparat, ragu untuk melakukan intervensi atas perilaku-perilaku buruk yang dilakukan dalam keluarga. Saya kesal, karena saya merasa saya tidak bisa melakukan apa-apa lagi untuk anak itu.

Kembali ke judul artikel ini, menurut saya kekerasan dan ketidakberdayaan adalah dua entitas yang idealnya tidak pernah dipertemukan sepanjang segala masa. Sayangnya, kekerasan selalu tertarik pada ketidakberdayaan, dan ketidakberdayaan tidak bisa menolak hadirnya kekerasan. Untuk memperbaiki keadaan ini diperlukan kesadaran dan komitmen dari semua orang, baik yang terlibat langsung dengan keadaan tersebut maupun tidak. Tidak mudah pastinya, dan luar biasa melelahkan. Tapi saya percaya hal ini bisa dilakukan.

----------------------------------
Gambar pita biru diambil dari laman ini
Gambar kartun anak-anak diambil dari halaman ini.

No comments:

Post a Comment